Identitas Komunikasi Trans-Nasional


Ceramah Komunikasi PolitikPersoalan paling mendasar dalam perbincangan Komunikasi Trans-Nasional –beberapa sarjana komunikasi menyebut sebagai Komunikai Global, Komunikasi Supra Nasional atau Komunikasi Internasional–, penulis di sini lebih leluasa dan menyenangi sebutan trans-Nasional. Apa pasal? penggunaan kosakata Trans-Nasional merujuk pada persoalan jarak pemisah, yang berarti Trans-Nasional adalah Antar Negara. Sedang kosakata Internasional atau Global merujuk pada penyatuan satu skala universal dunia (the mono-world).

Dalam pengantar singkat ini, mula-mula penulis ingin mengulang apa yang telah menjadi pengetahuan sederhana. Ranah pertama dalam bahasan trans-nasional tentu saja adalah masyarakat (global society). Ketika perbincangan ini dimulai dari masyarakat global, maka asumsi kita segera mengarah pada masyarakat yang majemuk, multiperspektif, baik dalam rupa maupun nalar. Lalu pertanyaanya, siapa yang bisa kita sebut sebagai masyarakat global itu?

Jawaban sederhana penulis, masyarakat global adalah mereka yang terlibat dalam interaksi antar negara, di mana interaksi tersebut melibatkan berbagai identitas yang tidak mengikat, mereka yang tidak lagi terikat dengan identitas nasional apalagi regional kedaerahan, tetapi interaksi yang terjalin di antara mereka masih berlangsung secara konvensional. Sederhananya, penulis menaruh kesepemahaman dengan apa yang diyakini oleh Manuel Chasstell (1990) terkait “The Mono-Multiculture”. Individu-individu dari belahan negara manapun saling terhubung tanpa kehilangan identitas mereka, tetapi tidak pula terikat (etnocentrisme).

Lebih sistematis lagi, Arjun Appadurai telah menulis uraiannya, sebagaimana telah disitat oleh Manfred B, Steger (2002), Appadurai mengidentifikasikan lima dimensi konseptual atau “landscape” yang dibentuk oleh arus kultural global.

Di mana masyarakat global adalah siapa-siapa saja yang masuk dalam ruang-ruang ini, yakni; 1. etnoscapes (keragaman serta arus populasi yang kemudian melahirkan para pelancong atau turis, imigran, pengungsi, dan para pencari suaka); 2. technoscapes (kemajuan teknologi komunikasi yang juga membangkitkan jaringan antar manusia interaksional); 3. finanscapes (aliran kapital global); 4. mediascapes (kemampuan elektronik untuk memproduksi dan menyebarkan informasi); dan 5. ideoscapes (ideologi-ideologi negara dan gerakan sosial).

Selain Appadurai, tokoh lain yang juga berpemikiran kultural global, adalah Held (2003) mendapatnya memperkuat argumentasi bahwa dewasa ini trans-nasionalisasi budaya dikuasai oleh aspek kapital, dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan supra-nasional (kekuasaan ekonomi melebihi kuasa negara), bukan oleh negara. Ia berpendapat, proses propaganda trans-nasionalisasi, khususnya pada persoalan budaya lebih didominasi oleh kuasa perdagangan hiburan, seperti televisi, film, dan radio. Di mana selama ini telah memberi kontribusi tersendiri terhadap fenomena globalisasi kultural.

demikianlah masyarakat trans-nasional terbentuk, melalui ide agitatif yang merujuk pada kesatuan identitas, yakni identitas universal. Biasanya, identitas universal ini kemudian terimplementasi ke dalam tiga soal utama, yakni; Bahasa, Kebebasan dan Hak azazi. –bersambung-


36 responses to “Identitas Komunikasi Trans-Nasional”

  1. selamat pagi pak, ini review saya mengenai imperialisme transnasional
    puspaiwang.student.telkomuniversity.ac.id/2016/02/16/imperialisme-media-transnasional/
    terimakasih.

Leave a Reply