Resensi: Komunikasi CSR Politik


Oleh: Muhammad Sufyan Abd

Terbit di Harian Umum Galamedia

IMG_20150207_100922Dewasa kini, perjuangan politik telah dekat pada titik balik penemuan essensi. Dari isu bias gender, politisi ahistories, hingga kejenuhan publik terhadap praktik politis elitis yang menjemukan.

Persoalan lain, yakni kiprah politik terhadap isu kerakyatan semakin hari semakin sering terdengar, tetapi tanpa realisasi memadai. Undang-undang terkait yang mengatur bagaimana mestinya partai politik membangun peradaban bangsa, kemandirian rakyat skala nasional, dan menjamin terjadinya representasi kepentingan rakyat semakin bias dan kabur.

Persoalan elitis yang menelan banyak ruang dan waktu seolah menjadi hidangan getir, yang mau tidak mau, suka atau tidak, harus diterima rakyat secara keseluruhan tanpa sparasi golongan. Ini faktual, terjadi di berbagai wilayah negeri. Rakyat hanya berfungsi sebagai mesin penggerak pemilu, itupun sebatas pemilih (voters), tidak lebih.

Dalam hal ini, buku Dedi Kurnia Syah Putra yang berjudul Komunikasi CSR Politik, tidak bermaksud menghakimi bahwa partai politik tidak berpihak pada rakyat. Sebagai contoh, Dedi Kurnia mengulas beberapa partai yang layak mendapat apresiasi karena mencanangkan program kasat mata yang berpihak pada rakyat. Sebut saja Golkar dengan program ekonominya, PAN dengan program serupa, Gerindra, dan juga partai lainnya.

Buku ini, sedikit imajinatif karena memuat unsur yang anomaly, yakni CSR Politik. Tetapi, pembaca bisa menilai ini bukan hasil imajinasi tanpa proses dinamika akademik penulis, bukan ajang mencari sensasi, juga bukan parade citra dan popularitas.

Ide dasar pertanggungjawaban politik karena melihat konstituen yang secara langsung berdampak. Politik, seyogyanya sebagai ranah kontrol kehidupan Negara yang teratur. Sehingga dapat di pahami jika keberadaan politik sewajarnya menjadikan Negara lebih tertib, seluruh rakyat terakomodasi disegala kebutuhan.

Politik, kaitannya partai politik dan politisi. kehadiran partai politik bukan hanya pada saat pemilihan umum semata. Tetapi, parpol memiliki kebutuhan untuk eksis dalam jangka panjang, sehingga diperlukan srategi membangun reputasi, ukan citra, setidaknya mirip dengan perusahaan.

Partai melakukan tanggung jawab sosial, anggap saja partai politik membangun sebuah komunitas ekonomi, koperasi masyarakat, bagi masyarakat akan memudahkan mereka untuk mengembangkan ekonomi skala kecil menengah, bagi parpol, akan mendapat sokongan suara di berbagai kegiata, baik itu saat pemilu maupun di luar pemilu.

 Political Sosial Responsibility

Beberapa hal bahasan penting dalam buku ini, tertutama sekali persoalan pertanggungjawaban politik, beberapa hal penting tentu berkaitan dengan isu kewajiban parpol, politisi, terhadap warga negara, konsituen atau rakyat. CSR menjadi isu utama, tetapi kaitannya dengan politik.

Lalu, kenapa buku ini tetap menggunakan istilah Corporate? Sebagian lainnya tertarik dengan istilah itu karena menilai Korporasi lebih luas cakupannya, dan juga parpol yang ada saat ini tidak jauh berbeda dengan sebuah korporasi, yakni melakukan agitasi, pemasaran, positioning, dan berbagai bentuk kesamaan lainnya. korporasi sesekali waktu dalam buku ini diterjemahkan sebagi organisasi, atau juga sekumpulan sub sistem.

Ringkasnya buku ini memuat beberapa Bagian. Di antaranya:

Pertama, membincang pertanggung-jawaban sosial parpol. Ide ini merujuk kinerja pertanggungjawaban bukan sekedar menjawab. Dalam uraiannya akan membahas banyak hal, di antaranya memahami dan mengenal CSR secara umum, integritas politik, bincang regulasi CSR, buku harian politik, dan isu-isu kepentingan.

Kedua, membangun ruang identitas yang akan mengurai persoalan sosial branding, citra dan reputasi, hubungan masyarakat. catatan biru CSR politik dan melawan ahistoris politisi, Apalagi, tahun ini disebut sebagai tahun politik, banyak kalangan politisi muda muncul, sehingga wajar untuk menghawatirkan jika sebagian dari mereka adalah politisi ahistoris, duduk di kursi penting sebagai wakil rakyat, tetapi tidak paham tentang apa yang akan diperjuangkan, dan hal tersebut tentu berbahaya.

Ketiga, public relation politik. Di dalamnya akan membuka ruang-ruang kajian terkait People Relation politik. Penjelasan singkatnya adalah hubungan yang dibangun oleh parpol bukan bias pada khalyak ramai, tetapi pada orang per-orang, community to community, sehingga komunikasi yang terjalin berbeda satu antara lain. Sub bahasan lainnya semisal fungsi PR politik, public relations dan CSR, etika PR politik, mengatur krisis PR, pencarian solusi.

Keempat, Sampul Media Politik, bahasan ini mencakup publikasi dan ritual pencitraan. Di mana CSR muncul sebagai bagian dari pembentukan citra semata. Untuk itu akan diurai beberapa hal terkait pemahaman iklan politik, berita dan opini media massa, politisasi penghargaan prestisius, media politik, ruang strategi citra dan publik atau konstituen.

Kelima, Pengaruh Politik Media, keterkaitan media dan politik sangat kental. Ada pendapat yang mengatakan tidak terpisah antara kedua, Dedi Kurnia Syah dalam buku Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha ILmu. 2012) menyatakan adanya mutualis-simbiosis antara media dan politik. Sehingga sangat erat terkait kebutuhan keduanya. Bahasan lainnya di antaranya, pengaruh politik media, definisi ruang media, konsep pengaruh media, realitas politik dan industri citra, distorsi politik media, politik media dan konsep resonansi, dan review media politik serta Politicomedia.

Keenam, CSR Politik dalam balutan Political Sosial Rsponsibility (PSR), bahasan yang akan dibedah meliputi uraian membangun strategi komunikasi politik, politik uang? atau kegiatan amal? pendidikan politik, untuk siapa? bincang ulang definisi politisi. Sedangkan pada bab VII lebih pada ulasan simbiosismutualisme media dan politik.

Setidaknya, itulah ringkasan bahasan dalam buku ini, segala sesuatu tidak akan pernah bisa selesai dalam satu waktu, sehingga terus ada pemikiran-pemikiran yang berkelanjutan untuk menciptakan iklim politik nasional yang juga berkelanjutan. Semoga!


Leave a Reply