Seteru antar Korea: Perspektif Komunikasi Transnasional


condisaninditaOleh Cindy Rhafika Diaz, Syanindita Prima Aulia Dara

Konflik kedaulatan semenanjung Korea semakin memanas saat Amerika Serikat dan PBB turut serta. Terlebih lagi Amerika Serikat dan Uni Soviet yang saling bersekutu dengan Korea Utara dan Selatan, sehingga polemik seolah arang bertemu api, menyala. Pertarungan pengaruh Amerika Serikat dan Uni Soviet semakin ketat, melihat adanya satu wilayah seperti Korea yang bisa dikatakan kehilangan arah tujuan dan mengalami kekosongan pemerintahan setelah lepas dari kekuasaan Jepang. Baru-baru ini ketegangan di Semenanjung Korea belum berakhir bahkan sedang memanas.

Awal mulanya karena Korea Selatan dan sekutunya Amerika Serikat berencana menggelar latihan militer untuk melawan Korea Utara, menanggapi hal tersebut, Korea Utara pun mengancam akan menyerang Korea Selatan dengan memberikan balasan keras. Target utama serangan Korea Utara adalah Istana Presiden Korea Selatan dan Gedung Biru. Karena merasa terancam, Korea Selatan langsung meminta bantuan serta dukungan mitranya yaitu Amerika Serikat untuk menggelar sistem pertahanan udara canggih Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) namun ditentang oleh Tiongkok karena dengan adanya THAAD justru akan meningkatkan eskalasi di Semenanjung Korea, dapat mengancam stabilitas regional dan menurut Duta Besar Tiongkok untuk Korea Selatan hal tersebut bisa merusak hubungan antara Beijing – Seoul.

Perang Korea terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Perang ini juga disebut “perang yang dimandatkan” antara Amerika Serikat bersama sekutu PBB-nya dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang bekerjasam dengan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB. Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang, pilot pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara.

Perang ini sebenarnya terjadi akibat adanya intervensi Amerika Serikat dan negara-negara lain sehingga Perang Korea ini sebenarnya bukan bersumber dari masalah Korea Utara dan Korea Selatan sendiri melainkan karena pada saat itu terjadi peperangan antara Amerika Serikat beserta sekutunya melawan negara komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet.

Pada saat itu Korea Utara bergabung dengan Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet sedangkan Korea Selatan memihak Amerika Serikat dan sekutunya yaitu Kanada, Australia dan Britania Raya. Hingga saat ini, awal terjadinya Perang Korea ini masih membingungkan karena tidak pernah diketahui penyebab sebenarnya hingga kenapa terjadi Perang Korea. Berbeda dengan perang Vietnam dan PerangDunia II yang penyebabnya diketahui dengan jelas.

Menakar Teori Resolusi Konflik

Teori yang dapat menjelaskan kasus perang antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah Teori Resolusi. Resolusi konflik adalah teori yang berupaya melakukan penyelidikan dalam memahami sifat-sifat konflik, meneliti strategi tejadinya konflik, kemudian membuat resolusi terhadap konflik. Dengan kata lain, resolusi konflik dapat diartikan sebagai penyelesaian konflik atau upaya penanganan suatu konflik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resolusi konflik adalah usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.

Resolusi konflik memiliki tujuan agar kita mengetahui bahwa konflik itu ada dan diarahkan pada keterlibatan berbagai pihak dalam isu-isu mendasar sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Selain itu, agar kita memahami gaya dari resolusi konflik dan mendefinisikan kembali jalan pintas ke arah pembaharuan penyelesaian konflik. Resolusi konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar mereka bersama-sama mengidentifikasikan isu- isu yang lebih nyata. Selain itu, resolusi konflik dipahami pula sebagai upaya dalam menyelesaikan dan mengakhiri konflik.

Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akan diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.

Selain Teori Resolusi Konflik, Teori yang bertolak belakang dengannya, adalah Just War Theory. Teori Just War menjelaskan tentang bagaimana suatu negara harus bertindak dalam menjalankan aksi perang. Peter S. Temes dalam bukunya yang berjudul The Just War mengungkapkan bahwa perang adalah sesuatu yang salah namun tetap diperlukan. Dalam teori Just War terdapat dua bagian, yaitu “jus ad bellum” dan “jus in bello”. Jus ad bellum  adalah alasan-alasan untuk melakukan perang. Ada empat faktor, pertama just cause yaitu perang terjadi karena mengalami serangan agresi negara lain, kedua legitimate authority yaitu keputusan melakukan perang karena ada tujuan negara bukan individu, ketiga adalah penggunaan senjata hanya pilihan jika memang ada provokasi yang proporsional dan yang terakhir harus ada keyakinan jika akan mendapat kesuksesan dengan berperang. Sementara itu jus in bello adalah cara untuk membatasi kerusakan dan kehancuran yang disebabkan oleh perang, bukan untuk mencegah perang.

Kompleksitas Konflik Duo Korea

Ada dua versi penyebab perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Versi Korea Utara adalah pihak Korea Selatan menggelar latihan militer yang dilakukan di wilayah sengketa sekitar puluhan kilometer dari Yeonpyeong yang artinya mereka mengabaikan peringatan dari Korea Utara. Latihan tersebut juga di klaim agar kedua negara tersebut makin memanas sehingga Korea Utara mengerahkan pasukan militer. Langkah ini diambil untuk menekan para provokator.

Sementara menurut versi Korea Selatan, mereka menyalahkan pihak Korea Utara yang terlebih dahulu meluncurkan roket ke Korea Selatan saat berlangsungnya latihan perang yang mengakibatkan keadaan kedua negara tersebut semakin memanas dan akhirnya Korea Selatan membalas dengan memberikan tindakan militer. Serangan dari Korea Utara tersebut menyebabkan dua orang tentara Korea Selatan tewas, anggota sipil luka parah bahkan merusak sejumlah rumah di Yeonpyeong milik Korea Selatan. Belum lama ini terjadi ketegangan di Semenanjung Korea lagi karena Koreaa Selatan mengadakan latihan militer. Korea Utara memperingatkan Korea Selatan dan Amerika Serikat yang merupakan sekutunya jika mereka akan mendapatkan balasan keras jika benar-benar menggelar latihan militer gabungan bulan depan (Maret).

Target utama dari Korea Utara adalah Istana Presiden Korea Selatan, Gedung Biru, serta pangkalan-pangkalan Amerika Serikat di Asia dan Amerika Serikat akan menjadi target sekunder serangan tersebut. Korea Selatan merasa terancam, merekapun meminta dukungan Amerika Serikat untuk menggelar sistem pertahanan udara canggih Terminal High Altitude Area Defence (THHAD) namun rencana tersebut ditentang Tiongkok karena THHAD justru akan meningkatkan eskalasi di Semenanjung Korea dan mengancam stabilitas regional. Duta Besar Tiongkok untuk Korea Selatan mengatakan penyebaran THHAD di Korea Selatan dapat menyebabkan kerusakan hubungan antara Seoul – Beijing dan itu akan sulit diperbaiki. Pada hari sebelumnya, ada kabar bahwa Amerika Serikat sudah menerima proposal Korea Utara untuk membahas perjanjian perdamaian di Semenanjung Korea untuk mengakhiri perang, namun ditolak karena Pyeongyang enggan mempertimbangkan mengurangi arsenal nuklirnya dan justru menggelar uji coba termonuklir pada awal Januari lalu.

Berdasarkan Teori Just War, perang dibenarkan untuk mencapai sebuah perdamaian, tetapi dalam kasus ini Perang Korea Selatan dan Korea Utara bukan untuk mencapai suatu perdamaian, melainkan untuk kepentingan pribadi suatu negara dan perang tersebut juga didukung oleh negara-negara lain yang bersekutu seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat.  Pada tanggal 23 Februari, Korea Utara memperingatkan Korea Selatan dan sekutunya, Amerika Serikat, akan mendapatkan balasan jika benar-benar menggelar latihan militer gabungan bulan depan. Sebelumnya pada hari Minggu, ada kabar bahwa Amerika Serikat sebenarnya sudah menerima propopsal Korea Utara untuk membahas perjanjian damai di Semenanjung Korea untuk mengakhiri Perang Korea namun ditolak karena Pyeongyang tidak mempertimbangkannya namun justru menggelar uji coba termonuklir pada awal Januari lalu.

Sementara itu jika dikaitkan dengan teori diplomasi, pada tahun 1972 Korea Selatan dan Korea Utara sudah setuju akan melakukan perdamaian tanpa ada campur tangan dari negara lain tetapi proses diplomasi tersebut tidak membuahkan hasil karena sampai saat ini Korea Selatan dan Korea Utara masih melakukan perang.

Cindy Rhafika Diaz, lahir di Palembang 16 Juni 1995. Mahasiswi di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Telkom

Syanindita Prima Aulia Dara, lahir di Bandung 30 Maret 1995, penyuka perjalanan gunung dan liburan, terbiasa dengan bahasa sunda.


9 responses to “Seteru antar Korea: Perspektif Komunikasi Transnasional”

Leave a Reply